Jumat, 15 Oktober 2010

Orang Utan, Orang Desa dan Orang Kota

Kawan, pernahkah engkau pergi ke pusat2 perbelanjaan, ke mal2 dan
lihatah betapa besar, penuh barang2 dan manusia di sana? Tiada hari
yang tiada ramai, dan tiada hari yang tiada memerlukan segala macam
kebutuhan. Pernahkah engkau pikirkan, mengapa kita manusia modern ini
merasa memerlukan sangat banyak kebutuhan? Pernahkah engkau bandingkan kehidupan kita (orang kota) yang begitu banyak memiliki kebutuhan, dengan kehidupan orang2 desa yang sederhana, yang tak pernah terlalu sibuk untuk menikmati mekarnya mawar, atau mencium wanginya bunga kopi yang sedang merekah, atau wangi tanah kemarau yang tersiram hujan disenja hari?

Tampak jelas sekali dari begitu besarnya pusat2 perbelanjaan, dari
begitu banyaknya barang2 yang diperjualbelikan, orang2 kota spt kita
ini seakan2 tiada habis2nya memiliki kebutuhan. Dari kebutuhan dasar
berupa makan-minum, pakaian dan tempat tinggal, kita beranjak menuju
kebutuhan2 lain semacam hiburan (kehidupan kota membuat kita stress),
perawatan tubuh (polusi kota menyebabkan tubuh kita mudah menua dan
mudah sakit) pendidikan (persaingan yang ketat cuma menyisakan mereka
yang kuat), aksesoris (penampilan luar adalah nilai utama, soal mutu
bisa direkayasa), transportasi, komunikasi..dsb.

Kawan, kita sering melihat di kota mana pun, selalu ada kesibukan yang
luar biasa. Lalu lintas macet karena banyaknya mobil, meskipun jalan
raya sudah di buat sampai bertingkat-tingkat dan selebar-lebarnya.
Pabrik-pabrik beroperasi sepanjang hari, menghasilkan barang2 yang
kita anggap sebagai kebutuhan. Orang-orang hilir mudik, dan semuanya
tampak sibuk.

Mengapa kita demikian sibuk, kawan? Apa yang kita cari? Harta benda?
Uang, uang, uang? Gengsi dan kehormatan kelas? Kenikmatan hidup atawa hedonisme? Bukankah untuk mencapai tujuan sejati
manusia-kebahagiaan-kita tidak butuh tetek bengek sebanyak itu?
Bukankah semua yang kita anggap sebagai kebutuhan, sesungguhnya cuma prioritas terendah dari kehidupan yang sebenarnya?

Kawan, satu hari saya melihat seekor orang utan sedang duduk santai
sambil makan sebuah pisang. Terlihat betapa sederhananya kehidupannya.
Dia tak membutuhkan apa pun selain makan, atap untuk berteduh, dan
rasa aman bagi diri dan kelompoknya untuk mencari makan, beristirahat,
dan berkembang biak.

Pernahkan engkau melihat seekor orang utan yang memerlukan sebuah
mobil, rumah berikut kolam renang ukuran olympic, pergi ke salon
perawatan? Atau pernahkah engkau melihat seekor orang utan yang
memerlukan komputer dan akses internet, atau segala macam tetek
bengek benda2 yang kita anggap sebagai kebutuhan padahal sebenarnya
tidak?

Kawan, jangan salah sangka. Saya tidak sedang mengajak anda untuk
menjadi orang utan, hidup cuma untuk makan dan berkembang biak. Saya
cuma ingin kita coba merenung sejenak, mengapa dari hari ke hari kita
selalu sibuk mencari nafkah, selalu tampak tergesa-gesa mengejar
kesempatan, dan selalu tiada habis2nya memiliki kebutuhan2 yang tiba2
muncul untuk dipenuhi?

Renungkanlah, mengapa kita semakin menjadi budak dari rutinitas kita
sendiri. Pagi bangun bersiap2 untuk kerja, sarapan dengan terburu-buru
karena takut macet di jalan, kerja keras demi meningkatkan prestasi
dan ujung2 demi uang yang lebih banyak lagi..lebih banyak lagi.dan
lebih banyak lagi, untuk memenuhi segala macam kebutuhan yang muncul
dengan tiba2, merengek2 minta dipenuhi. Bukankah keadaan spt ini tiada
berbeda dengan kondisi seorang pecandu putauw?

Renungkanlah, mengapa dari hari ke hari kita semakin menjadi budak
dari keinginan kita sendiri. Didorong oleh segala macam godaan
duniawi, kebutuhan semu yang diciptakan oleh iklan2 yang menampilkan
gaya hidup semu oleh bintang2 yang juga semu, betapa makin kaburnya
pengertian kita akan bedanya kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan kawan,
ada batasnya. Tetapi keinginan, sayangnya, sampai saat ini belum
ditemukan batasnya.

Kita bukan robot kawan, dan kita bukan budak siapa pun. Jangan biarkan
diri kita diperobot dan diperbudak oleh sesatnya nilai2 materialisme
dan hedonisme. Jangan biarkan remote control diri kita berada di
tangan tuan rutinitas, tuan materialisme dan nyonya hedonisme. Mari
kita bentengi diri kita dengan kebijaksanaan untuk dapat membedakan
antara keinginan dan kebutuhan.

Seperti kata Mahatma Gandhi, "High thinking, Plain living."

Chuang 130501
"Bila seseorang tak dapat menemukan kebahagiaan
di dalam dirinya sendiri, maka ia tak kan menemukannya
di mana pun juga." BUDDHA"


0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com